Jare ne Mbah (Kata Nenek) - 20

 TANJUNG KODOK


Zaman dahulu kala di sebelah utara Pulau Jawa terdapat sebuah pantai (tanjung) yang dijaga 2 ekor kodok rahasia. Dua ekor kodok itu ialah sepasang suami istri. Mereka ditugasi oleh raja Mahadewa untuk menjaga tempat pertapaan Ratu Maharani.

Pada suatu ketika, datanglah seorang pengembara dari Tuban, ke tempat sang kodok itu. Kemudian pemuda ditanya oleh sang kodok, “Mau kemana kamu?” “Saya hendak menggembara.” Kata pemuda itu.

Setelah lama berbincang, kemudian sang kodok rahasia itu memperbolehkan pemuda itu untuk sejenak tinggal. Semalam pemuda itu menginap di tempat kodok. Lalu pagi harinya pemuda itu melanjutkan pengembaraannya lagi.

Setelah berjalan agak jauh, pemuda itu menemukan sebuah gua. Rasa penasaran pemuda itu muncul. Di depan pintu gua itu terdapat dua patung singa. Kemudian masuklah pemuda itu. Setelah masuk, pemuda itu terkejut melihat seorang wanita yang berparas sangat cantik, yang sedang duduk di singgahan dengan memakai mahkota di kepalanya.

Pemuda itu tidak tahu bahwa perempuan itu ialah Ratu Maharani istri dari Mahadewa. Dengan kecantikan dan keanggunan Ratu itu, sang pemuda tak mampu lagi menahan hawa nafsunya. Kemudian tanpa basa-basi pemuda itu merayunya. Dan Sang Ratu pun terayu.

Aneh bin ajaib, saat bercinta sperma pemuda itu bertaburan kemana-mana, lalu dihisap oleh dinding-dinding gua dan menempel seperti berlian. Dan tak lama kemudian Raja Mahadewa datang dari Khayangan untuk melihat istrinya, “Hei kodok apa kamu sudah melaksanakan tugasmu dengan baik?” kata raja. “Sudah paduka.” Jawab sang kodok.

Kemudian sang Raja menemui sang istri untuk dibawa ke khayangan. Celakalah bagi Ratu Maharani dan sang kodok. Raja melihat sang istri sedang bercinta dengan seorang pemuda,  marahlah sang raja. Dia mengubur gua itu dengan batuan besar dan tanah. Dan bagaimana nasib Sang kodok? Sang raja menjadikan si kodok menjadi batu besar yang menghadap ke laut.

 

Sumber dongeng: H. Mbah Slamet Raharjo, 80 tahun, Lamongan

 diceritakan kembali oleh Aditya A. Arief 

 

Comments